CatatanHarian.id – Gerakan ‘warga jaga warga’ mengemuka pasca kerusuhan demonstrasi 28 sampai 30 Agustus 2025, bukan sekadar upaya spontan menjaga keamanan lingkungan. Lebih dari itu, inisiatif ini mencerminkan kebangkitan gotong royong sebagai pilar ketahanan sosial masyarakat.
Kehadiran warga yang rela berjaga malam, memperkuat komunikasi antar RT dan RW, hingga memanfaatkan grup digital untuk saling berbagi informasi, menjadi penanda bahwa rasa aman bisa dibangun dari, oleh, dan untuk warga.
Diketahui, kawasan Summarecon, Bekasi, warga menunjukkan ketanggapan luar biasa saat situasi memanas di sekitar Polres Metro Bekasi Kota, Minggu (31/8/2025) malam. Tanpa komando formal, warga secara kolektif membentuk ronda malam, menjaga lingkungan dari kemungkinan masuknya pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi.
Gerakan serupa terjadi di berbagai daerah, seperti Jawa Timur, warga mulai kembali menghidupkan poskamling, mempererat hubungan antarwarga, dan membangun sistem deteksi dini berbasis komunitas. Hal itu membuktikan bahwa ketika rasa aman dibangun dari dalam komunitas, maka kekuatan sosial pun ikut menguat.
Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Saputra Hasibuan, gerakan ini adalah bentuk nyata dari kearifan lokal yang telah berakar lama di masyarakat Indonesia. Siskamling bukan hanya soal menjaga malam, tetapi menjadi ruang sosial yang mempererat kepercayaan dan kohesi antarwarga.
“Gerakan warga jaga warga ini adalah ekspresi solidaritas, bukan sekadar antisipasi keamanan. Ketika masyarakat terlibat secara aktif dan kolektif, mereka bukan hanya menjaga lingkungan fisik, tetapi juga menjaga keutuhan sosialnya,” ujar Edi, Kamis (11/9/2025).
Edi mengingatkan, partisipasi warga dalam menjaga ketertiban hendaknya tidak terlalu diintervensi aparat, agar tetap menjadi gerakan organik yang tumbuh dari kesadaran bersama.
Siskamling modern menunjukkan bahwa ketahanan sosial tidak hanya diukur dari kesiapan aparat, melainkan dari sejauh mana warga mampu merespons tantangan dengan cara yang bersatu, damai, dan saling mendukung.
Gerakan gotong royong menjadi contoh kuat bahwa ketahanan sosial adalah modal utama bangsa. Ketika warga terlibat langsung menjaga ketertiban, maka celah untuk tindakan anarkis dan provokatif menjadi semakin kecil.
“Kalau warga merasa memiliki tanggung jawab bersama terhadap keamanan, maka demonstrasi yang anarkis tidak akan mendapat ruang. Justru di situ kekuatan bangsa ini: gotong royong menghadapi keadaan sulit,” ujar Edi.
Sementara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melalui Surat Edaran No. 300.1.4/e.1/BAK pada 3 September 2025, telah menginstruksikan pemerintah daerah untuk mengaktifkan kembali sistem keamanan lingkungan dan mengoptimalkan peran Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlimnas) di tingkat desa dan kelurahan.
Dengan edaran ini, Mendagri menegaskan Satlinmas bersama Satpol PP tetap menjadi ujung tombak dalam menjaga stabilitas dan ketertiban masyarakat, sekaligus memastikan penegakan aturan berlangsung dengan cara yang berkeadilan dan berorientasi pada pelayanan publik
Sejumlah kepala daerah telah memberikan respons positif. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengeluarkan Surat Edaran untuk memperkuat ketertiban dan ketenteraman masyarakat.
Di Bandung, Wali Kota Muhammad Farhan bahkan turun langsung memimpin siskamling di beberapa titik. Sekaligus menunjukkan bahwa kolaborasi antara warga dan pemimpin daerah adalah kunci stabilitas sosial.