CatatanHarian.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah berkomitmen mendukung program nasional ketahanan pangan. Hal itu dibuktikan dengan membentuk petani binaan guna menyelamatkan 35 hektar tanah bengkok di Kecamatan Trimurjo, Lampung Tengah.
Kasi Intelijen Kejari lampung Tengah, Alfa Dera, mengatakan, pengelolaan tanah bengkok selama ini dinilai rawan penyimpangan dan belum tertata secara baik. Untuk itu, Kejari Lampung Tengah bertekad untuk menyelamatkan eks tanah bengkok sebanyak 35 hektar.
“Tanah bengkok ini punya potensi besar mendukung swasembada pangan, tapi jika dikelola sembarangan, rawan jadi celah korupsi. Kami hadir untuk mengawal agar aset kampung tidak jatuh ke tangan yang salah,” ujar Alfa Dera, Rabu (16/7/2025) malam.
Dera menjelaskan, sebanyak 35 hektar lahan mendapatkan pengawalan dari Kejari. Nantinya aset tersebut akan dikelola dalam sistem Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) maupun Kelurahan (BUMKel) yang beranggotakan petani aktif.
“Program ini sejalan dengan Asta Cita Presiden RI, khususnya pada bidang ketahanan pangan dan kemandirian desa,” jelas Dera.
Dera menegaskan, tanah bengkok tidak boleh dikuasai individu atau kelompok tidak berwenang, tanpa legalitas yang jelas dan tercatat di kelurahan atau kampung. Tanah bengkok merupakan aset negara dan harus kembali untuk kesejahteraan rakyat.
“Ini aset negara dan harus dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat,” tegas Dera.
Tidak hanya itu, lanjut Dera, Kejari Lampung Tengah memberi sinyal tegas terhadap pihak yang bermain dalam rantai distribusi pertanian, termasuk mafia pupuk dan pestisida. Kejari Lampung Tengah akan menindak tegas apabila terdapat mafia pupuk dan pestisida yang menghambat swasembada pangan.
“Kepada pihak-pihak yang selama ini bermain-main dengan distribusi pupuk, pestisida, atau sengaja menghambat swasembada pangan, kami minta untuk mundur. Kalau tidak, kami tidak segan melakukan penindakan,” ungkap Dera.
Dera menuturkan, Kejaksaan Lampung Tengah tidak hanya berbicara soal penindakan, namun melakukan pencegahan dan perbaikan sistem. Pengelolaan tanah bengkok akan dikawal melalui pendekatan hukum yang humanis dan kolaboratif.
“Kalau ada lahan desa yang dikuasai tidak sesuai aturan, atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tanpa legalitas atau bahkan dialihkan, segera laporkan, kami akan proses. Ini bukan hanya tugas kejaksaan, tapi juga tugas kita semua,” pungkas Dera.